Scroll untuk membaca artikel
Ronald Seger Prabowo
Rabu, 22 Februari 2023 | 14:54 WIB
Kondisi komplek makam Ki Gede Sala di kawasan Keraton Kasunanan Surakarta yang kondisinya rusak. [Suara.com/Budi Kusumo]

SuaraSurakarta.id - Keraton Kasunanan Surakarta, memiliki cikal bakal sejarah tersendiri berdirinya negara Mataram Islam, saat akan membangun kerajaannya di Solo atau Desa Sala, pada masanya.

Sejarah tersebut tak lepas dari Ki Gede Sala, atau Kyai Solo, pendiri Desa Sala atau cikal bakal Kota Solo yang kini makamnya berada di timur Keraton Kasunanan Surakarta. 

Mirisnya, Kota Solo yang baru saja melangsungkan ulang tahun ke-278, makam Ki Gede Sala seolah terlupakan. Hal tersebut bisa dilihat, saat memasuki pelataran makam terdapat sejumlah bangunan yang sudah mulai rapuh dan tak terurus lagi.

Hal itu juga disampaikan oleh juru kunci makam Ki Gede Sala, Joko Saputro Adi. Dia menceritakan, kondisi makam yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya pada 2014 lalu, semakin memprihatinkan.

Baca Juga: Ditanya Nitizen di Solo Boleh Bangun Gereja? Begini Jawaban Bijak Gibran Rakabuming

"Ya ini semakin banyak bangunan yang sudah tidak layak. Seperti atap pada makam Kyai Solo ini ada beberapa yang sudah mengalami rapuh pada kayunya. Terus belum lagi beberapa jenis bangunan fisik di atap itu juga mengalami kebocoran yang parah jika hujan tiba," ungkap Joko Saputro Adi, Rabu (22/2/2023).

Kondisi komplek makam Ki Gede Sala di kawasan Keraton Kasunanan Surakarta. [Suara.com/Budi Kusumo]

Menurutnya, selain pada atap di kawasan makam tersebut juga terdapat bangunan alas atau mester yang sudah mengalami keretakan yang semakin tahun semakin besar pada keretakan tersebut.

"Jika hal tersebut kita biarkan bisa berimbas pada robohnya bangunan. Ya terdapat sejumlah retakan dulu tidak sepanjang ini keretakannya Namun karena terus dibiarkan semakin bertambah sertakan mesternya ini," bebernya.

Adi juga menambahkan, belum lagi kalau hujan airnyanya menggenang nyaris ke kijing. Hingga dirinya, untuk setiap harinya musim penghujan ini harus melakukan seorang diri untuk membuang air genangan diluar kawasan makam.

"Itu hampir setiap hujan deras maupun hujan ringan itu pasti menggenang airnya karena tidak ada sanitasinya. Jadi ya saya setiap hari kadang dibantu tetangga membersihkan genangan," jelas dia

Baca Juga: TGB Zainul Majdi bertemu Gibran, Bahas Apa Yaa?

Selain itu, makam yang tampak kokoh berdiri ini setiap malamnya juga minim penerangan, karena secara langsung tidak ada aliran listrik untuk menerangi makam saat malam hari.

"Jadi selama ini saya nunut listrik dari Tetangga secara langsung memang tidak ada belum ada aliran listrik sendiri untuk di makam ini jadi kalau malam gitu ya gelap cuman ada satu buah penerangan bulan itu pun nunut tetangga listriknya," papar Adi.

Tak Ada Bantuan

Sementara Adi yang kesehariannya bekerja serabutan ini juga mengungkapkan bahwa tidak ada bantuan biaya untuk merawat cagar budaya dari pemerintah terkait. 

"Ya selama ini kalau hanya sekedar mengecat tembok pernah kita lakukan dengan biaya swadaya dari pengunjung makam. Tapi kalau bangunan fisik lainnya kita tidak ada biaya untuk melakukan itu. Selama ini kita hanya sebatas membersihkan, merapikan, seperti itu," ungkapnya.

Adi juga menjelaskan bahwa selama ini tidak ada bantuan untuk biaya perawatan pada cagar budaya makam pendiri Desa Solo atau kota Solo itu setiap tahun atau bulan.

Dirinya menyayangkan pemerintah terkait tidak adanya perhatian mengingat makam ini sudah ditetapkan cagar budaya.

"Segala upaya sudah beberapa kali kita lakukan untuk meminta bantuan atau perhatian dari pemerintah terkait, baik dari tingkat Kelurahan ataupun kedinasan. Namun hingga kini juga belum ada tindakan upaya dari pemerintah terkait," paparnya.

Kontributor : Budi Kusumo

Load More