Scroll untuk membaca artikel
Budi Arista Romadhoni
Rabu, 02 November 2022 | 13:23 WIB
Gagal Ginjal Akut pada Anak. Kasus gagal ginjal akut sudah terjadi penurunan yang sangat drastis dari yang meninggal tadinya lima sampai delapan per hari, sekarang sudah nol, satu per hari. (Getty Images)

SuaraSurakarta.id - Kasus gagal ginjal akut menjadi perhatian masyarakat Indonesia. Hal itu juga sempat membuat khawatir semua pihak. 

Namun demikian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini kasus gagal ginjal akut sudah menurun drastis sejak Pemerintah menghentikan sementara penggunaan obat sirop untuk pengobatan anak.

"Sudah terjadi penurunan yang sangat drastis dari yang meninggal tadinya lima sampai delapan per hari, sekarang sudah nol, satu per hari. Kasusnya tadi bisa 10 sekarang sudah satu, paling banyak dua," kata Budi dikutip dari ANTARA, Rabu (2/11/2022).

Ketika ditanya mengenai tindakan hukum pada perusahaan farmasi yang memproduksi obat sirop mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), Budi mengatakan ini menjadi wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Baca Juga: Kasus Gagal Ginjal Akut Dinaikan ke Tahap Penyidikan, Polisi Jelaskan Hal Ini

"Itu wewenang BPOM kalau obat-obatan," kata Menkes.

Badan POM beberapa waktu lalu mengumumkan terdapat dua perusahaan farmasi yang produknya mengandung cemaran EG dan DEG melebihi ambang batas aman. Badan POM dan tim penyidik gabungan Bareskrim Polri lalu memutuskan untuk meningkatkan status penanganan kasus gagal ginjal akut dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan, setelah melakukan gelar perkara pada 31 Oktober 2022.

Sementara itu, kasus gagal ginjal di Indonesia hingga hari ini tercatat mencapai 325 kasus dan sebanyak 178 pasien di antaranya dilaporkan meninggal dunia.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama melalui pesan elektroniknya, Rabu, mengatakan, diperlukan analisis apakah ada faktor lain di luar obat yang mungkin menjadi penyebab, seperti infeksi, faktor lingkungan, kebiasaan tertentu dan lainnya.

"Untuk analisa ini maka tentu perlu dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE) yang amat ketat pada setiap anak itu, termasuk bagaimana keadaan di rumahnya, atau tempat bermain, atau di sekolahnya kalau sudah sekolah dan lainnya," kata dia yang pernah menjabat sebagai Direktur WHO Asia Tenggara itu.

Baca Juga: Usut Kasus Gagal Ginjal Anak, Bareskrim Periksa Produsen Obat PT Afi Farma

Prof Tjandra menyarankan analisis dikeluarkan dalam bentuk semacam tabel lengkap berisi demografi, informasi perjalanan penyakit, obat-obat apa saja yang dikonsumsi anak-anak sebelum sakit dan berbagai faktor lain yang mungkin mempengaruhi terjadinya penyakit.

Load More