SuaraSurakarta.id - Psikolog anak dan keluarga Samanta Elsener mengatakan, orang tua perlu membangun koneksi atau hubungan yang baik dengan anak agar si buah hati tak kecanduan gawai.
Menurutnya, anak yang kecanduan gawai menandakan bahwa dia tidak memiliki koneksi yang baik dengan orang sekitar termasuk orang tua.
"Jadi, gawai itu pelarian anak-anak karena dia tidak mendapatkan koneksi. Sama orang tua enggak dapat, sama teman-temannya juga enggak dapat. Tapi dengan gawai, dia ada interaksi dengan game-nya, dengan tontonannya, yang membuat dia punya pertanyaan dan tertarik dengan sesuatu," kata Samanta dilansir dari ANTARA, Rabu (30/3/2022).
Ada berbagai cara yang dapat dilakukan orang tua untuk membangun koneksi yang baik dengan anak, ujar Samanta.
Misalnya, dengan membacakan buku-buku yang menarik dan dapat meningkatkan rasa ingin tahu serta membuat anak tergerak untuk mengamati lingkungan sekitar.
Jika anak sangat sulit untuk lepas dengan gawai, Samanta menyarankan untuk mengajak anak bermain gawai di beranda rumah. Kemudian, alihkan perhatiannya secara perlahan.
"Jadi bawa ke luar rumah dulu biar dia menikmati area di luar. Lama-lama kita alihkan, misalnya 'eh, di sana ada burung, liat deh'. Jadi kita alihkan pelan-pelan supaya matanya enggak ke gawai terus. Kalau langsung dipaksa, nanti dia antipati dengan kegiatan di luar rumah," ujar Samanta.
Setelah itu, lanjut Samanta, orang tua bisa mulai mengajak anak untuk bermain di sekitar rumah seperti bersepeda atau berjalan kaki. Kemudian, berikan anak tantangan yang bisa membuat dia memperhatikan lingkungan sekitar.
"Misalnya, nanti kalau ada rumah catnya warna merah, kita hitung, yuk, ada berapa. Jadi dikasih challenge supaya dia memperhatikan sekitarnya dia," imbuh Samanta.
Baca Juga: Berbagai Sastra Anak dari Pengarang Dunia
Kemudian, lanjut dia, barulah batasi penggunaan gawai setiap hari sesuai kategori usia anak dan mendiskusikan kegiatan yang bisa dilakukan bersama, serta aturan-aturan yang di dalamnya terdapat reward (hadiah) dan punishment (konsekuensi).
Namun, Samanta mengingatkan bahwa konsekuensi harus merupakan sesuatu yang membangun karakter anak, bukan menghukum.
Menurut dia, hukuman justru akan membuat anak menjadi benci pada orang tuanya dan semakin menghilangkan koneksi dengan orang tuanya.
"Misal dia main gawai lebih dari waktu yang disepakati, dihukum lihat tembok satu jam. Itu tidak akan membuat anak jera. Tapi, konsekuensi jika main gawai lebih dari satu jam, berarti besok tidak ada waktu main gawai tapi baca bukunya lebih banyak," ujar Samanta.
"Kalau anak sudah ada koneksinya dengan orang tua, kita ngomong apa pasti didengerin, kita enggak usah pakai teriak-teriak," pungkasnya.
Berita Terkait
Terpopuler
- 31 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 18 Desember: Ada Gems dan Paket Penutup 112-115
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
- 5 Skincare untuk Usia 60 Tahun ke Atas, Lembut dan Efektif Rawat Kulit Matang
- 5 Mobil Keluarga Bekas Senyaman Innova, Pas untuk Perjalanan Liburan Panjang
- Kuasa Hukum Eks Bupati Sleman: Dana Hibah Pariwisata Terserap, Bukan Uang Negara Hilang
Pilihan
-
UMP Sumsel 2026 Hampir Rp 4 Juta, Pasar Tenaga Kerja Masuk Fase Penyesuaian
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
Terkini
-
Bukan Sekadar Angka: Mengapa Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak Ke Sekolah Adalah Investasi?
-
7 Tempat Wisata di Sragen yang Cocok Dikunjungi Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Teguh Prakosa Benarkan FX Rudi Mundur dari Plt Ketua DPD PDIP Jateng
-
Drama Politik Jateng: Beredar Surat Pengunduran Diri FX Hadi Rudyatmo dari Plt Ketua DPD PDIP!
-
Perkuat Komitmen Kesejahteraan Mitra Driver, GoTo Luncurkan Platform Bursa Kerja Mitra Gojek