Scroll untuk membaca artikel
Siswanto
Jum'at, 03 Desember 2021 | 16:49 WIB
Ilustrasi Bencana Alam. (Pixabay)

SuaraSurakarta.id - Peringatan dini bencana merupakan elemen penting dalam membangun kesiapsiagaan di tengah masyarakat apalagi dengan semakin meningkatnya ancaman bencana hidrometereologi. Salah satunya menyasar daerah rawan banjir di kawasan Sungai Bengawan Solo yang pada tahun 2019 mengalami banjir besar, seperti melanda Desa Klumutan.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Madiun melaksanakan gladi untuk menguji sistem peringatan dini banjir di Desa Klumutan, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Timur.

Gladi yang dilakukan tepat pada pukul 10.00 WIB ini untuk menguji efektivitas alat peringatan dini yang dipasang di Masjid Al Hidayah (RT 21) dalam memberikan informasi peringatan kepada masyarakat sekitar.

Acara gladi dihadiri oleh Kepala Pelaksana BPBD Madiun M. Zahrowi, Plt Kepala BMKG Wilayah Sawahan Sumber Harto, Muspika Kecamatan Saradan dan Kecamatan Pilangkenceng serta Fasilitator Direktorat Peringatan Dini BNPB.

Baca Juga: Sejarah Kabupaten Madiun, Diwarnai Penaklukan Mataram dan Daftar 27 Bupati

Sebelum dimulainya gladi, sambutan Direktur Peringatan Dini BNPB yang disampaikan Analis Kebijakan Ahli Muda Aminingrum menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan kegiatan prioritas nasional yang dilakukan setiap tahun. Melalui gladi, kapasitas masyarakat untuk menjadi tangguh dapat ditingkatkan, terutama di bidang peringatan dini.

"Pemilihan daerah dilakukan secara metodis dan sistemik berdasarkan analisis dan koordinasi dengan daerah. Apalagi Desa Klumutan pada tahun 2019 terdampak besar banjir bandang setinggi 3 m yang membuat kurang lebih 94 KK menjadi korban banjir. Oleh karena itu penguatan sistem peringatan dini perlu dilakukan," ujar Aminingrum.

Latihan gladi bertempat di RT 21 di sekitar Masjid Alhidayah yang merupakan titik terendah di Desa Klumutan ketika banjir 2019. RT 21 dan 20 menjadi titik tolak ukur level peringatan yang diinformasikan kepada masyarakat.

Tolak ukur status level peringatan perlu disepakati karena menjadi tanda bagi tim siaga desa dan BPBD untuk melakukan tugas sesuai dengan prosedur tetap yang disepakati bersama.

Selama berlangsungnya gladi terlihat bahwa unit evakuasi tim siaga desa mengalami kesulitan dalam mengevakuasi warga. Unit evakuasi tidak mengarahkan warga ke titik kumpul terdekat sehingga warga tidak memahami titik kumpul. Selain itu, unit dapur umum tidak membagikan makananan karena takut jumlah makanan tidak cukup karena tidak ada pendataan yang dilakukan unit evakuasi.

Baca Juga: Catat! ASN Madiun Dilarang Cuti Libur Saat Natal dan Tahun Baru Nanti

Zahrowi menyampaikan dalam evaluasi gladi bahwa kebutuhan data sangat penting. Menurutnya, pendataan harusnya dilakukan secepatnya, bukan menunggu dan malah menanyakan ke ketua RT.

“Harusnya sudah melekat dalam tugas unit evakuasi. Tentunya hal ini perlu menjadi catatan ke depan,” ujarnya.

Selain itu, ketika evaluasi dengan warga diketahui bahwa bunyi sirine yang tidak ada pembedaan antara level ‘waspada’, ‘awas’, dan ‘siaga’ membuat bingung warga.

“Perlu dibedakan bunyi sirinenya sehingga melalui bunyi itu warga dapat mengingat lebih baik perbedaan level waspada, siaga dan awas. Kalau bunyinya sama walaupun ada suara menyatakan level itu kurang dapat diingat oleh warga. Ini bisa berbahaya bisa jadi ini sirine berbunyi awas tapi warga malah memahaminya waspada. Bunyi sirine harus segara diubah,” tambah Zahrowi saat menyampaikan evaluasi lebih lanjut terkait dengan pelaksanaan gladi.

Aminingrum menyampaikan, "Terkait perubahan bunyi sirine akan dilaporkan kepada pimpinan untuk lebih lanjut untuk segera dibuat penyesuaian agar mudah dipahami masyarakat."

Pada kesempatan itu tim siaga meminta agar pelaksanaan gladi dapat dilakukan setiap bulan agar mereka semakin paham tugas masing-masing.

“Sebenarnya gladi bisa dilakukan secara sederhana dalam satu komunitas dan tidak memerlukan biaya mahal. Inti dilakukan gladi adalah agar tim siaga dapat lebih memahami tugas dan fungsinya sesuai dengan prosedur tetap. Jadi tidak hanya konsep tapi dipraktikan juga. Tentunya semakin banyak gladi dilakukan semakin mudah protap bisa menjadi kebiasaan di masyarakat," ujar Aminingrum yang juga bagian dari fasilitator yang merancang skenario gladi.

Direktorat Peringatan Dini BNPB juga tidak hanya melakukan kegiatan penguatan kapasitas di level masyarakat tetapi juga membentuk fasilitator daerah di BPBD kabupaten yang menjadi sasaran. Fasilitator daerah (Fasda) dibentuk agar BPBD kabupaten mempunyai sumber daya yang mumpuni jika kegiatan ini dilakukan lagi oleh daerah tersebut. Berbagi pengetahuan dilakukan oleh fasilitator nasional Direktorat Peringatan Dini BNPB dan fasda dalam melakukan kegiatan peningkatan kapasitas tim siaga dan masyarakat.

Acara gladi ini merupakan acara puncak dari penguatan sistem peringatan dini berbasis masyarakat. Rangkaian kegiatan terdiri dari survei awal kebutuhan alat peringatan dini, audiensi ke pemerintah daerah terkait dengan adanya pemasangan alat peringatan dini, sosialisasi terkait dengan peringatan dini desa setempat, peningkatan kapasitas tim siaga desa, pembuatan prosedur tetap desa, penyusunan peta evakuasi desa, dan penentuan titik ukur status peringatan desa.

Pada tahun 2021 ini ada tujuh kabupaten yang menjadi target penyelenggaraan gladi peringatan dini yang didukung Direktorat Peringatan Dini BNPB, antara lain Madiun, Ngawi, Magetan, Wonogiri, Tuban, Bojonegoro, dan Lamongan. Wilayah yang menjadi target tersebut berada di sepanjang Sungai Bengawan Solo.

Load More