SuaraSurakarta.id - Penyebar berita bohong atau hoax di masyarakat luas sudah sangat mengkhawatirkan dan seakan sulit untuk dibendung.
Maraknya peredaran hoax, kabar palsu atau disinformasi mendorong berbagai pihak melakukan langkah sosialisasi dan antisipasi.
Namun, cara sosialisasi dan edukasi tentang bahaya hoax dilakukan para muda-mudi karang taruna di Desa Bobosan, Purwokerto Utara, Kabupaten Banyumas.
Mereka memproduksi film pendek khas ngapak atau bahasa Banyumasan berjudul ' Bali Ngrantau' yang bisa diartikan pulang dari perantauan di channel Youtube Inyong Bobosan.
Salah satu pemain, Fitriani kepada SuaraSurakarta.id mengungkapkan, produksi film pendek itu merupakan kegiatan karang taruna setempat untuk memajukan desa.
Film pendek yang diperankan oleh Kojek, Ifah, Fitriani, Tofik Mingan, dan elemen karang taruna di Desa Bobosan awalnya mencetiakan seorang pemuda yang pulang dari perantauan di Banten.
Dia adalah Kojek, orang kaya baru. Sementara istrinya, Ifah merupakan sosok yang suka pamer. Sementara Fitri yang tetangga Kojek dan Ifan menggambarkan sosok berhijab yang suka kepo, hobi ghibah, namun mudah dihasut.
Suatu hari, Pak Kojek dan Mbekayu Ifah menyebar berita bohong atau hoax tentang membeli gorengan 2004 dari seorang pedagang bernama Nini Mudakir.
Padahal maksud sang penjual adalah beli Rp 2 ribu mendapatkan 4 gorengan. Namun Kojek dan Ifah membuat kabar jika gorengan itu diproduksi tahun 2004.
Baca Juga: Batalkan Pernikahan, Warga Banyumas Disanksi Membayar Rp150 Juta oleh MA
Hingga mereka bersama Fitri mengajak warga untuk menggeruduk sang penjual gorengan. Namun aksi itu berhasil dicegah tokoh masyarakat setempat. Akhir cerita diketahui jika itu merupakan berita bohong.
"Jadi inti pesan dari fim pendek ini adalah jangan mudah percaya berita yg belum tentu benar atau hoax. Karena jika tidak dipastikan kebenaran bisa membuat kacau di masyarakat," ungkap Fitri.
Disinggung soal biaya produksi, perempuan berparas cantik itu mengaku nyaris tidak ada. Sebab, semuanya dikerjakan secara sukarela.
"Seperti kameramen juga orangnya masih belajar. Pemeran juga siapa yang mau, termasuk konsumsi ya sukarela. Intinya siapa yang mau memajukan desa ini," paparnya.
Karena bersifat swadaya, Fitri menyebut jika proses produksi film pendek itu hanya memerlukan waktu satu hari.
"Proses pengambulan gambar pagi sampai sore. Lalu malamnya editing dan besoknya sudah diupload," pungkas Fitriani.
Berita Terkait
Terpopuler
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70% Jelang Natal di Sports Station
- Analisis Roy Suryo Soal Ijazah Jokowi: Pasfoto Terlalu Baru dan Logo UGM Tidak Lazim
- Ingin Miliki Rumah Baru di Tahun Baru? Yuk, Cek BRI dengan KPR Suku Bunga Spesial 1,30%
- Meskipun Pensiun, Bisa Tetap Cuan dan Tenang Bersama BRIFINE
- Kebutuhan Mendesak? Atasi Saja dengan BRI Multiguna, Proses Cepat dan Mudah
Pilihan
-
Cerita Pahit John Herdman Pelatih Timnas Indonesia, Dikeroyok Selama 1 Jam hingga Nyaris Mati
-
4 HP Murah Rp 1 Jutaan Memori Besar untuk Penggunaan Jangka Panjang
-
Produsen Tanggapi Isu Kenaikan Harga Smartphone di 2026
-
Samsung PD Pasar Tablet 2026 Tetap Tumbuh, Harga Dipastikan Aman
-
Breaking News! John Herdman Jadi Pelatih Timnas Indonesia, Tunggu Diumumkan
Terkini
-
7 Tempat Wisata di Sragen yang Cocok Dikunjungi Saat Libur Akhir Tahun 2025
-
Teguh Prakosa Benarkan FX Rudi Mundur dari Plt Ketua DPD PDIP Jateng
-
Drama Politik Jateng: Beredar Surat Pengunduran Diri FX Hadi Rudyatmo dari Plt Ketua DPD PDIP!
-
Perkuat Komitmen Kesejahteraan Mitra Driver, GoTo Luncurkan Platform Bursa Kerja Mitra Gojek
-
Drama Keraton Solo! Tak ada Undangan untuk PB XIV Purboyo, GKR Timoer: Benar-benar Tidak Diundang