SuaraSurakarta.id - Sidik jari sering digunakan sebagai data biometrik untuk keperluan dan berkas-berkas pribadi. Menariknya, tak semua manusia di muka bumi terlahir memiliki sidik jari.
Itu juga yang dirasakan oleh keluarga Sarker. Selama beberapa generasi, anggota laki-laki di keluarga Sarker dilahirkan dengan ujung jari halus tanpa sidik jari.
Meskipun itu mungkin bukan masalah besar satu atau dua generasi yang lalu, saat ini, hal itu bisa jadi tantangan. Misalnya, beberapa pria dalam keluarga Bangladesh tidak bisa mendapatkan SIM karena sidik jari mereka tidak ada, sementara yang lain enggan bepergian karena takut mendapat masalah di bandara, karena alasan yang sama.
"Saya membayar biayanya, lulus ujian, tetapi mereka tidak mengeluarkan izin karena saya tidak bisa memberikan sidik jari," kata Amal Sarker dilansir dari Oddity Central.
Amal menambahkan bahwa ia selalu membawa tanda terima SIM saat mengemudikan sepeda motornya, tapi itu tidak membantunya saat polisi menghentikannya. Dia menunjukkan tanda terima dan ujung jarinya yang halus, tapi petugas polisi tidak pernah membebaskan denda.
Membeli kartu SIM juga bermasalah bagi pria Sarker, karena pemerintah Bangladesh memberlakukan undang-undang yang mengatur pembelian kartu SIM dengan mencocokkan sidik jari dengan database nasional.
Tanpa sidik jari, Apu dan Amal Sarker tidak bisa mendapatkan kartu SIM mereka sendiri, dan sekarang keduanya menggunakan kartu yang dibeli atas nama ibu mereka.
Laki-laki dalam keluarga Sarker, dari distrik Rajshahi, di Bangladesh utara, menderita kondisi genetik yang sangat langka yang disebut Adermatoglyphia.
Baru diketahui pada tahun 2007, ketika Peter Itin, seorang dokter kulit Swiss, dilakukan oleh seorang perempuan muda Swiss yang mengalami kesulitan untuk masuk ke Amerika Serikat, karena dia tidak memiliki sidik jarinya. Wajahnya cocok dengan paspornya, tapi ujung jarinya mulus sempurna.
Baca Juga: Registrasi Kartu Perdana Kelak Harus Pakai Pindai Sidik Jari
Pemeriksaan sidik jari pasien Adermatoglyphia pertama ini, dan beberapa dari anggota keluarganya menemukan penyebab kondisi mutasi satu gen yang dikenal sebagai SMARCAD1.
Kondisi yang kemudian dikenal dengan istilah “penyakit keterlambatan imigrasi” tersebut ternyata tidak menimbulkan dampak kesehatan lain selain dari tidak adanya sidik jari.
Adermatoglyphia sangat langka sehingga sejauh ini hanya diamati di segelintir keluarga di seluruh dunia. Dermatolog Eli Sprecher, yang membantu Profesor Peter Itin mendiagnosis kondisi tersebut, telah menawarkan untuk menguji secara genetika pria dalam keluarga Sarker dan menentukan apakah mereka menderita sejenis Adermatoglyphia.
Tetapi meskipun hal itu mungkin memberi kejelasan kepada penderita, itu tidak akan membantu mereka menavigasi dunia dengan lebih baik di mana sidik jari menjadi begitu penting.
Berita Terkait
Terpopuler
- Bak Bumi dan Langit, Adu Isi Garasi Menkeu Baru Purbaya Yudhi vs Eks Sri Mulyani
- Kata-kata Elkan Baggott Jelang Timnas Indonesia vs Lebanon Usai Bantai Taiwan 6-0
- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Dicopot
- Mahfud MD Terkejut dengan Pencopotan BG dalam Reshuffle Kabinet Prabowo
- Viral Murid SD Kompak Tolak Makan Gratis, Anak-Anak Jujur Masalahnya di Menu?
Pilihan
-
3 Kontroversi Purbaya Yudhi Sadewa di Tengah Jabatan Baru sebagai Menteri
-
Indonesia di Ujung Tanduk, Negara Keturunan Jawa Malah Berpeluang Lolos ke Piala Dunia 2026
-
5 Rekomendasi HP Murah Rp 1 Jutaan Memori 256 GB, Terbaru September 2025
-
IHSG Jeblok Hingga 1 Persen di Sesi I Perdagangan Selasa Setelah Sertijab Menteri Keuangan
-
19 Tewas di Aksi Demo Anti Korupsi, Eks Persija Jakarta: Pemerintah Pembunuh!
Terkini
-
Calon Ketua DPC PDIP Solo Ikuti Psikotes Besok, Dua Sosok Buka Suara
-
Skak Mat Roy Suryo, Kepala SMA Santo Yosef Solo Bantah Gibran Lulusan Sekolahnya
-
Gerak Cepat Satreskrim Polresta Solo Tangkap Pelaku Pencurian Uang Bank Rp 10 Miliar
-
Satreskrim Polresta Solo Tangkap Sopir Bank Jateng Bawa Lari Uang Rp 10 Milyar
-
Hampir 2 Dekade Mewarnai Dunia, INDACO Satu-satunya Perusahaan Cat Indonesia Tanpa Lisensi Asing