SuaraSurakarta.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Ibu Negara Iriana ke Ukraina. Padahal negara yang dikunjungi tengah dalam situasi darurat perang dengan Rusia.
Namun demikian, Presiden dan Ibu Negara hadir dengan misi perdamaian. Kehadiran Iriana, selaku Ibu Negara Republik Indonesia, merupakan surat terbuka bagi dunia bahwa Indonesia menginginkan perdamaian.
Di tengah teror dan rasa takut yang mendominasi Kyiv dan di antara puing-puing bangunan yang tak lagi menjadi tempat aman untuk bernaung dan beristirahat, Iriana tanpa ragu memijakkan kaki di sana.
Ia mendampingi sang suami, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, dalam satu misi yang sama, yakni perdamaian dunia.
Baca Juga:Setelah Bertemu Presiden Zelenskyy, Kini Jokowi Berangkat ke Rusia untuk Temui Presiden Putin
Sebagaimana pandangan Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia Titi Anggraini, kehadiran Iriana merupakan simbol keberpihakan kepada mereka yang menjadi korban perang, khususnya perempuan dan anak.
Kehadiran Ibu Negara sebagai seorang perempuan membawa pesan kemanusiaan yang kuat bahwa perang secara langsung mengorbankan perempuan dan anak.
Tak dapat dipungkiri, kelompok yang paling terdampak oleh perang adalah perempuan dan anak; mulai dari kehilangan nyawa, mengalami kecacatan, kehilangan tempat tinggal, terpisah dari keluarga, hingga trauma psikologis yang berkepanjangan.
Lebih dari itu, perempuan dan anak juga rentan mengalami eksploitasi untuk ikut berperang dan bahkan mengalami penyiksaan fisik hingga kekerasan seksual.
Indonesia, sebagai negara yang menjunjung tinggi rasa kemanusiaan, tidak akan bungkam ketika melihat derita yang melanda setiap insan di bumi ini. Oleh karenanya, Iriana mengambil risiko untuk ikut mendampingi Presiden Jokowi ke negara yang sedang berperang.
Baca Juga:Iriana Dampingi Jokowi ke Ukraina: Simbol Tulusnya Misi Perdamaian
"Kalau bukan dilatarbelakangi misi perdamaian dan solidaritas berdasar perikemanusiaan yang beradab, tentu beliau tak akan mengambil pilihan seperti itu," tutur Titi Anggraini.
Perempuan dan perdamaian
Kehadiran Iriana juga menjadi simbol bahwa perempuan memiliki nilai unggul untuk membangun pendekatan persuasif kepada para pihak yang tengah bertempur.
Terlepas dari risiko perang yang harus ia hadapi kala menjejakkan kaki di Ukraina, Iriana juga melawan stigma yang mengesankan urusan perdamaian di tengah peperangan lebih baik diperankan oleh laki-laki.
Pendekatan etis dan humanis ala perempuan yang ditunjukkan oleh Iriana saat bertemu perempuan korban perang di Ukraina merupakan bukti bahwa perempuan juga memiliki peranan penting dalam mewujudkan perdamaian di tengah peperangan.
Melihat kembali ke berbagai capaian perempuan yang berhasil mengguratkan sejarah dunia, Titi mengungkapkan bahwa sudah banyak perempuan yang mumpuni dalam membangun perdamaian dunia.
Sebutlah ada Malala Yousafzai, yang memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian atas perjuangannya melawan penindasan anak-anak dan pemuda serta untuk mendapatkan hak pendidikan bagi mereka.
Tak terbatas pada Malala Yousafzai, terdapat tokoh perdamaian perempuan lain, yakni presiden perempuan pertama yang terpilih secara demokratis di Afrika, yaitu Presiden Liberia periode 2006-2018 Ellen Johnson Sirleaf.
Penghargaan Nobel Perdamaian yang ia peroleh itu merupakan hasil usahanya untuk mewujudkan perdamaian dan pemenuhan hak-hak perempuan tanpa menggunakan kekerasan.
Capaian-capaian tersebut merupakan bukti bahwa perempuan, di atas segala tantangan struktural dan stigma yang melekat, juga bisa mewujudkan perdamaian melalui aktivitas kemanusiaan tanpa melibatkan kekerasan.
Bagi Titi Anggraini, yang menjadi tantangan adalah kesempatan bagi perempuan untuk membuktikan kemampuan mereka; dan dalam hal ini, Ibu Negara tidak melepaskan kesempatan untuk hadir di Ukraina dan menjalankan misi kemanusiaannya.
Kehadirannya merupakan simbol bahwa seorang ibu tak akan pernah gentar untuk hadir dan menyalurkan kehangatan bagi anak-anaknya yang terjebak di dalam dinginnya rasa takut dan ketidakpastian.
Seorang ibu bersedia untuk menjadi tameng terdepan guna melindungi anak-anak mereka dari mara bahaya, sekaligus menjadi sosok pertama yang akan menyediakan pelukan hangat untuk menenangkan anak-anaknya dari rasa takut yang mencekam.
Ketulusan misi perdamaian
Dunia bisa membaca bahwa hadirnya Iriana merupakan pesan terbuka yang menunjukkan keseriusan Indonesia untuk mewujudkan perdamaian dunia. Indonesia tidak pernah abai, Indonesia tidak pernah bungkam, karena perdamaian dunia adalah cita-cita bangsa.
Gestur Iriana adalah bahasa universal kemanusiaan dengan pesan yang sangat mulia, begitulah Titi Anggraini menggambarkan Iriana yang memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban.
Sebagai pesan yang mulia, kehadiran Iriana menuturkan bahwa masyarakat dunia harus memberikan solidaritas kepada siapa pun yang menjadi korban dan terdampak oleh peperangan, terlepas apa pun agama dan kebangsaannya.
Di sisi lain, presensi Iriana merupakan simbol dari soft diplomacy Indonesia, begitulah kata Ridlwan Habib selaku pengamat militer dan intelijen ketika memaknai kehadiran Iriana.
Sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo dalam konferensi persnya di Rusia, Indonesia tidak memiliki kepentingan selain ingin menyelesaikan perang antara Rusia dan Ukraina, serta mengamankan rantai pasokan pangan dan energi bagi seluruh dunia.
Terlebih, Indonesia menjalin hubungan baik dengan Rusia maupun Ukraina. Hubungan tersebut juga dibuktikan dengan kehadiran Iriana.
Kehadiran Ibu Negara RI di tengah negara yang sedang berperang merupakan wujud bahwa Indonesia percaya, sebagai negara yang dekat dengan Indonesia, Ukraina dan Rusia tidak akan membahayakan keselamatan Iriana.
Indonesia berjuang untuk kepentingan dunia, untuk kesejahteraan masyarakat luas, bukan untuk kepentingan lainnya. Terlepas dari peran Indonesia yang kini menjalani Presidensi G20, Indonesia memiliki misi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Keikutsertaan Iriana ke Ukraina merupakan simbol dari tulusnya misi perdamaian ini. [ANTARA]