SuaraSurakarta.id - Meski sudah menghasilkan uang dari bertani bawang merah, pemuda dari Kabupaten Klaten ini tidak berpuas diri. Ia tetap menjadi salah satu karyawan swasta.
Pemuda Klaten, ialah Galih Andika Saputra. Ia sukses menjadi petani dengan budi daya hortikultura terutama bawang merah. Kendati demikian, Galih tetap bekerja di salah satu hotel di Yogyakarta.
Bekerja di hotel bukan hal yang asing bagi Galih. Sebelum menjadi petani, Galih sempat bekerja di hotel di Jakarta. Dia kemudian pulang kampung dan menjadi petani dengan membudidayakan hortikultura. Tak tanggung-tanggung, omzet yang didapat Galih dari bercocok tanam itu pun cukup tinggi.
Bermodal Rp15 juta dari uang tabungan yang ia kumpulkan selama bekerja di hotel, Galih mempraktikkan ilmu yang dia peroleh pada lahan dengan luasan sekitar 1.600 meter persegi. Sawah milik orang tua dia manfaatkan untuk bercocok tanam.
Baca Juga:Momen Joko Widodo Menangis Berjumpa dengan Jokowi, Bak Ketemu Kembaran
Semua proses produksi termasuk perawatan dia kerjakan sendiri. Sekitar dua bulan kemudian, bawang merah yang dia tanam bisa dipanen dan laku Rp45 juta. Alhasil, pendapatan bersih yang bisa dia peroleh mencapai Rp25 juta. Galih menjajal bertanam jenis hortikultura lainnya selain bawang merah seperti gambas.
Dari hasil cocok tanam gambas itu, Galih bisa mendapatkan omzet Rp7 juta dengan modal Rp700.000. Omzet terbesar yang dia peroleh selama lebih dari setahun terakhir menjadi petani yakni Rp100 juta dari budi daya bawang merah. Pemasaran bawang merah dilakukan Galih memanfaatkan media sosial.
“Bawang merah yang saya tanam saat ini sudah ada 10 orang yang menawar. Saya mencari harga tertinggi,” kata Galih dikutip dari Solopos.com Rabu (15/9/2021).
Tak asal bercocok tanam. Jenis hortikultura yang dia tanam disesuaikan dengan kondisi cuaca serta potensi pasar ketika memasuki masa panen. Ketepatan memilih jenis hortikultura yang ditanam bisa mendatangkan keuntungan lebih ketika panen.
Belajar Secara Autodidak
Baca Juga:Momen Langka, Presiden Joko Widodo Bertemu Kembarannya Saat Tinjau Vaksinasi di Klaten
Setahun terakhir pemuda itu mempelajari pola pasar hortikultura secara autodidak. Selain referensi dari dunia maya, tak jarang dia pergi ke pasar tradisional untuk belanja sekaligus mengecek harga komoditas hortikultura. Kini Galih benar-benar menikmati menjadi seorang petani milenial.
“Bertani itu menyenangkan. Dari gambaran saya dulu itu jadi petani nanti kotor dan lain-lain, tetapi sebenarnya di balik itu banyak hal menguntungkan. Menyenangkan ketika dari menanam, merawat, hingga bisa menikmati hasil dari kerja,” kata dia.
Galih bakal terus mengembangkan pertanian hortikultura termasuk memperluas lahan yang dia tanami. Dia juga berencana mengembangkan pertanian organik. Pemuda itu hingga kini tak tertarik untuk menanam padi lantaran para petani kerap tak mendapatkan untung ketika memasuki musim panen.
Meski sudah menikmati hasil dari bertani, Galih kini kembali bekerja di salah satu hotel bintang dua di Yogyakarta sebagai front office sejak tiga bulan ini dengan jam kerja antara pukul 23.00 WIB-07.00 WIB. Bekerja di bidang selain pertanian dilakoni Galih agar tetap memiliki pendapatan rutin.
“Pertanian masih buat sampingan karena untuk mendapatkan hasil butuh jangka waktu lama. Sementara kita butuh makan sehari-hari. Sehingga harus pandai-pandai mengatur waktu agar bisa bergerak di pertanian dan tetap bergerak di bidang lain. Jadi saat pulang kerja itu saya ke sawah. Kemudian siang istirahat dan sore kembali ke sawah baru malamnya bekerja di hotel,” kata Galih.