SuaraSurakarta.id - Tradisi pengemis atau orang meminta-minta diketahui sudah ada sejak abad ke-20.
Bahkan keberadaan pengemis menjadi perhatian khusus Pakubuwono X atau PB X adalam era Pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Bagaimana tidak, orang yang beraktivitas meminta-minta di era PB X malah semakin menjamur ,bahkan sudah menjadi suatu tradisi hingga kemudian didirikan Wangkung.
Hal tersebut dijelaskan sejarahwan Kota Solo Heri Priatmoko saat berbincang dengan Suarasurakarta.id melalui sambungan telepon, Rabu (2/3/2022).
"Tapi kemudian dinamakan ngemis ketika era PB X, yang mana pada waktu itu semakin banyak orang yang meminta-minta pada hari Kamis hingga keluarlah istilah ngemis," ungkap Heri Priatmoko.
Sehingga, lanjut Heri, saat itu PB X sebagai kepala pemerintahan Keraton Kasunanan Surakarta memberikan sedekah kepada orang yang harus dikasihani berupa uang setiap hari kamis.
Berjalannya waktu, akhirnya PB X membuatkan sebuat tempat pelatihan atau kursus ketrampilan bagi pengemis atau orang yang kurang mampu di Wangkung (Dinas Sosial) di kawasan Laweyan, Solo.
"Di tempat itu, diharapkan pengemis bisa lebih berkreasi atau berketrampilan sebagai bekal usaha mereka untuk hidup lebih mandiri dan tidak meminta-minta lagi," jelas Heri.
Dibuatkannya tempat tersebut, Heri menyebutkan bahwa PB X bukan hanya memperlihatkan misi manusiawinya yang humanis saja. Namun juga lebih ingin memberikan kemandirian pada para pengemis.
Baca Juga: Dapat Gelar Bangsawan dan Diundang dalam Jumenengan PB XIII, Gibran Malah Belum Tentu Hadir
"Karena persepsi orang mengemis itu, menjadikan persepsi kurang bagus tentang makna kota yang bersih dari sampah namun juga bersih dari manusia yang meminta-minta karena tidak sedap dipandang mata," paparnya.
Sementara, istilah sebar udek-udek (uang) pada jaman PB X tersebut untuk masyarakat umum bukan hanya orang tidak mampu.
Masyarakat berkeyakinan, pemberian uang dari raja ini tidak hanya sekedar untuk jajan, tapi mereka simpan karena bisa mendapatkan uang dari raja adalah suatu keberkahan sendiri.
"Itu umum ya, salah satunya ketika banjir melanda, raja selalu menyebar udek-udek, baik di Langen Harjo atau tempat manapun," pungkasnya.
Kontributor : Budi Kusumo
Berita Terkait
Terpopuler
- Insiden Bendera Terbalik saat Upacara HUT RI ke-80, Paskibraka Menangis Histeris
- Jay Idzes Masih Cadangan, Eliano Reijnders Sudah Gacor
- 15 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 17 Agustus: Ada 10.000 Gems dan Pemain 108-111 Gratis
- Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Pemain Keturunan Jawa Rp 347,63 Miliar Diincar AC Milan
- 55 Kode Redeem FF Max Terbaru 17 Agustus: Klaim Skin Itachi, Diamond, dan Item 17-an
Pilihan
-
5 Rekomendasi HP Memori 512 GB Harga di Bawah Rp 5 Juta, Pilihan Terbaik Agustus 2025
-
Carut Marut Penyelenggaraan Haji RI Mulai Kuota Hingga Transparansi Dana
-
Berani Banget! Alex Pastoor Bikin Heboh Publik Belanda Gegara Ucapannya
-
10 HP Kamera Terbaik Agustus 2025, iPhone Kalah dari Merek Ini
-
Fakta Unik A-Z Padel: Olahraga Hits yang Bikin Penasaran
Terkini
-
Terima 1.450 Mahasiswa Asing dari 50 Negara, UIN Raden Mas Said Surakarta Pecahkan Rekor MURI
-
Syahdunya HUT ke-80 RI di Kaki Gunung Merbabu: Drama Kolosal, Cosplay Pahlawan hingga Tari Saman
-
Asyik Mancing di Embung Musuk Boyolali, Bocah 12 Tahun Malah Tewas Tenggelam
-
Pilihan Baru Hyundai Stargazer: Varian Cartenz & Cartenz X Meluncur di Solo Raya
-
34 Suporter Ditangkap di Laga Persis Solo vs Persija, Ini Penyebabnya